Senin, 21 Februari 2011

KONFLIK AGAMA MERUPAKAN ANCAMAN NKRI

KONFLIK AGAMA MERUPAKAN ANCAMAN NKRI
BAB 1 PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Agama di Indonesia ini sangat beraneka ragam maka dari itu pergesekan antar agama tidak dapat terelakan, terkadang komplik menyinggung tentang agama yang sebenarnya tidak besar tetapi terkadang karena memiliki jiwa beragama masing-masing maka kompik itu menjadi besar bahkan sulit diselesaikan. Ideologi ini memungkinkan bangsa kita terjebak pada pragmatisme faham dan sindroma kekuasaan yang melabelkan agama sebagai manifesto gerakan. Inilah yang menjadi PR pemerintah untuk menjaga dan menegakan seadil-adilnya agar pergesekan umat beragama tidak terjadi.
BAB II ISI
PEMBAHASAN
kita memang tengah menghadapi benturan ideologi yang mengatasnamakan gerakan Islam konservatif maupun fundamentalis. Gerakan-gerakan itu bisa mengancam eksistensi organisasi Islam seperti NU maupun Muhammadiyah yang dianggap sebagai pengontrol setiap gerakan Islam yang datang ke Indonesia. Tidak heran bila ada satu pernyataan yang berbunyi, bahwa “saat ini Indonesia tengah berada dalam benturan ideologi dunia. Benturan ideologi inilah yang menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan NU dan Muhammadiyah sebagai jami’iyah terbesar di Indonesia, terutama dari arus gerakan radikalisme agama dan terorisme yang sedang mengancam eksistensi NKRI kita tercinta”. Maka, kedua organisasi itu mengajak semua pihak untuk mengontrol dan mengawasi gerakan Islam radikal yang sangat membahayakan keutuhan NKRI, pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan platform ideologi lainnya.

Fatwa MUI dan seruan PB NU juga sudah menegaskan bahwa NKRI sudah final, akan tetapi mengapa HT dibiarkan eksis di negeri ini, padahal HT adalah organisasi massa yang jelas-jelas menyerukan agar sistem khilafah tegak di bumi pertiwi- dan bukan NKRI. Organisasi yang disebutkan di atas adalah mereka-mereka yang tidak ikut pemilu, namun kritis kepada pemerintah dan NKRI sehingga seolah-olah mereka punya saham bagi negeri ini melalui berbagai ceramah, pengajian dan pamflet-pamflet. Untuk memuluskan strateginya- menancapkan ideologi khilafahnya, para aktivis HI secara khsusus melakukan pendekatan mesra kepada partai politik, yaitu PKS dengan mengatakan bahwa Hidayat Nur Wahid, figur yang tepat untuk jadi Khalifah. Suatu strategi yang sangat picik dan berusaha menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan dan kepentingan tertentu.

Pada titik inilah, kita tidak bisa memaksakan secara radikal bahwa syari’at Islam harus tegak di bumi pertiwi tercinta. Pemaksaan secara radikal dengan menggunakan cara-cara kekerasan adalah tindakan di luar batas kemanusiaan dan telah menyalahi fitrah kemanusiaan itu sendiri. Syari’at Islam hanya bisa dilaksankan di negara dengan platform ideologi yang berasaskan Islam, bukan malah digerakkan di negeri kita yang berasaskan pancasila sebagai falsafah negara. Justru, dengan pemaksaan untuk menegakkan syaria’t Islam itu, perpecahan dan pertikaian antar sesama bangsa akan terus bergulir dan sangat meresahkan masa depan ummat Islam sendiri. Itulah sebabnya, Mahmoud Mohammed Toha (1987), mengatakan bahwa paling banter kita hanya bisa menegakkan “syar’at demokratik” sebagai semangat keberagamaan yang membawa kita pada level kedamaian dan keseimbangan, sehingga perdebatan untuk menegakkan syari’at Islam bukan satu-satunya tujuan yang harus dicapai, melainkan yang lebih penting adalah bagaimana kita ummat Islam tetap bersatu mensyiarkan agama Islam dengan cara-cara yang damai dan lurus sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad itu sendiri.

Sudah waktunya semua elemen bangsa waspada dengan infiltrasi ideologi yang bertendensi mengancam keutuhan NKRI. Dan sudah waktunya pula, agama sebagai jalan hidup yang “rahmatan lil alamiin” ini tidak dibelokkan untuk memuaskan syahwat politik oknum-oknum partai dan Ormas transnasional tadi. Kita harus tetap waspada mencermati gerakan politik yang beraroma keagamaan dengan memberikan perhatian lebih terhadap tegaknya kedaulatan negara sebagai manifestasi dari sikap nasionalisme dan patriotisme kita. Kita tidak boleh bersikap arogan dan mengedepankan sikap egosentrisme berlebihan yang bisa mengancam disintegrasi bangsa sehingga menyulut api pertikaian maupun permusuhan antar sesama bangsa yang majemuk ini.

Walaupun itu membuktikan bahwa Islam adalah agama transnasional, tetapi bukan berarti Islam dianut dalam lintasan yang semrautan tanpa mempertimbangkan dasar-dasar keyakinan yang terbingkas dalam ajaran agama itu sendiri. Dalam artian, ideologi transnasional tidak merujuk pada konsepsi tentang substansi agama, karena yang dipermasalahkan adalah motif ideologi yang radikal dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Jika ideologi itu dianggap berbahaya, maka tugas kita menolaknya sehingga tidak merusakan tatanan masyarakat yang lebih luas.

BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Semoga dalam hal ini pemerintah harus bisa meluruskan dan mengatur dengan seadil-adilnya agar tidak ada yang dirugikan dan kehidupan beragama dan juga bukan hanya pemerintah tetapi kesadaran warga negaranya itu sendiri untuk menjaga kerukunan beragama agar Negara kita lebih tentram dan damai. Mungkin itu saja penjelasan saya kurang lebihnya mohon maaf. Terima kasih.
Referensi : http://politik.kompasiana.com/2010/06/20/mewaspadai-infiltrasi-ideologi-transnasional-membendung-ancaman-politisasi-agama/
Nama : Achmad Taufik
NPM : 30410096
Kelas : 1 ID 04